Batik Bukan Sekadar Fesyen Biasa Tapi Karakter Bangsa


Setiap negara memiliki identitas fesyen yang menjadi ikon karena memiliki filosofi mendalam, terutama  ikatan fesyen itu dengan sejarah dan culutre masyarakat negara tersebut. Misalkan saja topi koboi.


Menurut literasi, topi koboi tidak lepas dari peran seorang laki-laki kelahiran Orange, New jersey 1830 bernama John Batterson Stetson. Stetson yang berprofesi sebagai penambang emas di Colorodo tersebut secara tidak sengaja telah menciptakan topi dengan model yang sangat unik yang berbahan dasar dari bulu.


Nah, Indonesia pun memiliki ikon fesyen yang bersejarah dan menjadi identitas bangsa dalam hal fesyen yaitu batik. Sejarah batik Indonesia terkait erat dengan perkembangan Kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Pulau Jawa. ... Kesenian batik secara umum meluas di Indonesia dan secara khusus di pulau Jawa setelah akhir abad ke-18 atau awal abad ke-19.


Batik di Jawa mempunyai filosofi yang tinggi karena tradisi membatik merupakan tradisi di Keraton. Karena itu motif batik Keraton penuh filosofi kehidupan. Batik bukan sekadar selembar kain unik yang diberi motif, busana ini ini menyimpan filosofi tentang ketekunan, kegigihan, serta kebanggaan.


Uniknya kalau kita menelusuri ternyata sejumlah daerah di Indonesia memiliki sejarah kebatikan yang berbeda - beda. Itulah mengapa kita mengenal beragam batik nusantara, ada Batik Solo, Batik Jogjakarta, Batik Pekalongan, Batik Salem Brebes, Batik Banten dan lain sebagainya.


Ini menandakan bahwa batik cukup kuat dan menjadi salah satu yang mewarnai karakter bangsa. Sebab setiap batik memiliki filosofi yang berbeda - beda dan erat kaitannya dengan demografis dimana batik itu lahir.


Karena karakter inilah kemudian saya menyukai batik. Andaikan saya seorang duta besar pun akan menjadi batik sebagai sarana diplomasi sebagaimana kita mengenal diplomasi kuliner. Diplomasi batik justru lebih kuat karena erat kaitannya dengan gaya hidup leluhur bangsa kita yang sejatinya kita warisi.


Diplomasi batik Indonesia sebenarnya boleh dikatakan berhasil karena kini batik telah masuk Unesco di PBB, artinya ini lebih memudahkan para diplomat untuk melakukan diplomasi batik.


Kalau saya sendiri memang lebih menyukai dua batik dari dua daerah, pertama adalah Batik Solo dan Batik Salem Brebes. Batik Solo menurut saya memiliki karakter kuat dengan masyarakat Solo sendiri. Sementara Batik Salem memiliki sejarah kuat karena menurut literasi yang saya baca Batik Salem dulu awalnya dipakai oleh seorang puteri raja.


Jadi Batik Salem memang berkelas sehingga harganya mahal dibandingkan dengan batik yang selevel dengan Batik Salem. Setahun terakhir ini saya memang berlangganan kemeja batik asal Solo dan telah saya pakai.


Tentu saja untuk kelas saya harganya yang terjangkau tetapi tidak murahan sehingga bisa tampil elegan dengan memakai kemeja batik. Motifnya pun cukup beragam dan berkarakter, itulah mengapa saya suka memakai kemeja batik asal Solo.


Sebetulnya satu lagi yang saya kejar adalah Batik Salem Brebes. Hanya saja batik ini lebih banyak menyediakan kain bukan dalam bentuk baju dan harganya pun cukup lumayah. Untuk satu kemeja saja kisaran Rp 350 ribu hingga Rp 400 ribu. Itu baru kainnya, belum kalau ditambah dengan ongkos menjahitnya sudah pasti kalau dikalkulasikan mencapai Rp 500 ribu.


Namanya juga batik puteri raja dan memang motifnya juga berkaratker serta elegan dan enak dipandang. Semoga saja dalam suatu kesempatan saya bisa berkunjung ke kampung batik Salem dan membelinya.


Meski berasal dari daerah kelahiran tetapi saya sendiri memang belum pernah berkunjung dan belum memiliki Batik Salem. Karena saya mengenal Batik Salem justru ketika sudah dewasa dan di perantauan. 


Saya justru  sudah berkunjung ke Kampung Batik Kauman di Solo, Jawa Tengah dan telah memiliki koleksi kemeja batik asal daerah ini. Jadi, memakai batik itu bukan hanya sekadar fesyen biasa tetapi ada filosofi di dalamnya, yaitu soal karakter bangsa, soal diplomasi soal penghargaan. *





Posting Komentar