Giring, Arteria Dahlan dan Kalimantan
Hubungan sosial antar warga sekarang semakin kusut, saling lapor antar warga menjadi menu sehari - hari. Kemana ciri bangsa kita yang saling asah, asih dan asuh, kemana warisan nenek moyang kita yang telah mengajarkan semangat gotong royong?
Entah sampai kapan kita saling hina, mencaci maki dan merendahkan sesama anak bangsa.
Dalam waktu berdekatan muncul tiga isu sekaligus, pertama ucapakan Ketum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Giring Ganesha yang mengatakan kalau Anies Baswedan adalah pembohong.
Terus terang saya kaget dengan gaya berpolitik Giring seperti sekarang itu. Tadinya saya mengira dia akan lebih banyak bicara soal konsep Indonesia dimasa mendatang, tetapi ternyata tampil sebagaimana politisi pada umumnya.
Gaya berpolitiknya di luar ekspetasi publik yang mengharapkan Giring dewasa berpolitik, tidak menyerang dengan emosional tetapi dengan fikiran, bersikap kritis dengan humanis, bicara kemandirian bangsa bukan mengumbar kebencian. Benar - benar di luar ekspetasi publik !
Frame berfikir kritis Giring sebagai ketum partai yang mengklaim akan membawa perubahan sepertinya nyaring hanya untuk Anies, tapi membisu untuk Jokowi. Padahal kedua - duanya wajib dikritisi dengan fikiran bukan dengan kebencian.
Selang waktu tidak lama isu baru pun muncul, yaitu pernyataan Arteria Dahlan terkait Suku Sunda. Ucapan Arteria menyulut emosi dan rasa tersinggung orang - orang Sunda. Meski pada akhirnya Arteria meminta maaf tetapi ucapan itu sudah terlanjur meluncur sehingga telah membuat luka orang Sunda.
Kalau saya mencoba positif thinking, mungkin maksud Arteria kalau bisa jangan menggunakan bahasa Sunda ketika rapat karena kebetulan anggota DPR RI berasal dari daerah lain, khawatir tidak dimengerti sehingga salah paham.
Tak perlu dibubuhi kalimat lain yang akan melukai perasaan suku lain. Andaikan kalimat ini yang disampaikan Arteria mungkin ceritanya akan lain.
Belum juga reda isu Arteria dan Suku Sunda sudah muncul isu Kalimantan. Edi Mulyadi ada dalam pusaran percikan api isu ini.
Saya mengerti maksud Edi, tetapi saya juga memahami situasi sosial politik sekarang ini yang tidak nyaman untuk kita melakukan percakapan dengan isu sensitif.
Saya paham mereka yang kritis dan berani secara lugas menyampaikan kritik kepada pengelola negara dan saya pun memahami bahwa telah banyak korban hanya karena ucapan atau cuitan di sosial media.
Posting Komentar