Bicara Siklus Kekuasan

Duduk di sofa Ruang Media Centre Gedung DPRD Provinsi Banten di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B). Dok/Foto:Karnoto


Dalam marketing communication ada teori product life cycle (siklus sebuah produk), siklus ini ada beberapa tahap mulai dari introduction, growth, mature dan decline.

Meski itu teori untuk produk komersial, tetapi faktanya siklus semacam itu terjadi dalam dunia politik. Politik dalam artian luas, bisa partai politik, personality politisi dan pilkada. Semua pasti akan menemui siklus itu (pengenalan, pertumbuhan, kemapanan dan kejenuhan), tanpa terkecuali siapapun mereka.

Dalam konteks politik nasioanal siklus seperti ini bisa dilihat dengan jelas pada sosok Soeharto dan Soekarno. Mereka berdua sudah mengalami semua siklus mulai dari pengenalan sampai decline atau ttitik jenuh. Saya katakan bahwa semua akan menemui siklus seperti mereka berdua. Yang membedakan hanyalah jedah antara mature (kemapanan) ke decline (titik jenuh). Partai Demokrat juga sudah pernah merasakan semua siklus itu, terakhir Demokrat berada pada siklus mature (kemapanan) selama 10 tahun dan SBY include didalamnya ketika ia menjadi presiden.

Dari sekian partai yang ada hanya Partai Golkar yang mampu membuat jedah antara mature ke decline cukup lama, yaitu kurang lebih 30 tahunan ada kita kenal dengan rezim order baru. Pasca reformasi Golkar mengalami decline meskipun akhirnya mencoba berusaha keras untuk ke posisi mature kembali.

Dalam konteks pilkada misalnya, ada yang bisa bertahan jedahnya hingga dua periode ada pula yang hanya mampu satu periode. Dalam partai politik pun demikian, ada yang jedah dari kemapanan ke declinenya singkat. Dari sinilah saya ingin mengatakan bahwa kerja personal branding itu bukan hanya ketika pada posisi mencalonkam diri, maju pileg tetapi pasca terpilihpun aktivasi personal branding tetap bekerja. Masalahnya yang sering terjadi selama ini adalah tidak paham dan tidak mengerti konsep personal branding. Branding hanya dipahami tidak utuh. Misal hanya dipahami sekadar video, iklan atau aktivitas sosial media padahal ada higlight lainnya yang juga penting. Sering terjadi identias personal mereka ngeblur, tidak jelas identitas dimata publik selain sebagai kepala daerah atau anggota dewan, tidak lebih dari itu. Padahal pasca tidak menjabat personal brand inilah yang akan menjadi identitas yang melekat sepanjang masa. Pada bagian lain, tidak mudah menemukan identitas personal atau dalam dunia pengembangan diri dikenal dengan istilah citra diri. Butuh pengayaan, pendadaran yang matang sampai benar benar menemukan higlight itu.

Posting Komentar