Diplomasi Kuliner, Dari Lobi Sampai Urusan Pribadi

Obrolan bersama ibu - ibu pelaku usaha dan drg.Lindah Sutarjo dari Jakarta di Rumah Makan Kebon Kubil, Cipocok Jaya, Kota Serang, Provinsi Banten.Dok/Foto:Karnoto


Dari semua mamalia, manusia adalah yang paling imatur (matang) saat lahir, memerlukan periode belajar, perkembangan dan interaksi yang lebih panjang sebelum dapat mencukupi dirinya sendiri.
~ Rita L. Atkinson dkk, Pengantar Psikologi ~

Salah satu tradisi orang Indonesia yang ada sejak dulu adalah tradisi makan bersama, baik dengan tetangga, teman, relasi, sahabat apalagi keluarga. Bahkan ada pepatah orang Jawa yang sampai sekarang sering dikatakan yaitu "Mangan Ora Mangan Sing Penting Kumpul".

Pepatah Jawa ini sangat familiar karena sering saya dengar sejak masih kecil sampai sekarang. Tidak tahu siapa yang kali pertama mengutarakan pepatah Jawa ini, namun seperti menjadi trademark bagi masyarakat di Jawa.

Tradisi makan juga ada di suku - suku lain di Indonesia, makanya Indonesia itu kaya dengan aneka ragam makanan. Dalam perkembangan modern, kuliner nusantara dijadikan sarana diplomasi terutama ketika sesuatu yang ingin disampaikan kepada pihak lain.
Diplomasi kuliner atau sering disebut astrodiplomacy sudah ada sejak dulu makanya jangan heran kalau diplomasi ini disebut - sebut sebagai instrumen diplomasi tertua sepanjang sejarah manusia.
Ini pula yang dilakukan para diplomat Indonesia di luar negera, mereka sering mengajak makan bersama dengan negara sahabat. Bahkan elit politik pun menggunakan strategi diplomasi kuliner dalam lobinya.

Bahkan beberapa waktu lalu konten diplomasi kuliner menjadi headline media nasional saat Megawati Soekarnoputeri melakukannya dengan Prabowo dengan nasi gorengnya. Judulnya pun menggeliti, ada detik.com yang memberikan judul "Politik Nasi Goreng Megawati" lalu ada CNN yang memberikan judul "Nasi Goreng Luluhkan Prabow" dan judul - judul lain yang umumnya membawa - bawa nasi goreng.

Bahkan soal makanan ini sering menjadi alasan pertemuan antar elit, seperti pernah disampaikan Surya Paloh saat bertemu dengan Jokowi di Singapura. Surya Paloh ketika itu menjawab penasaran wartawan dengan mengatakan bahwa pertemuannya dengan Jokowi hanya makan - makan.

"Pembahasan apa? Kita makan aja, makan minum biasa saja," kata Surya Paloh seperti dilansir Tirto edisi 16 Agustus 2019. Mungkin inilah yang disebut diplomasi kuliner, dimana melakukan lobi dengan cara makan bersama.

Bahkan sejumlah kasus hukum yang tertangkap justru dieksekusi ketika mereka sedang makan bersama. Lobi - lobi melalui diplomasi kuliner memang sejak zaman dulu dilakukan para elit Hindia Belanda bahkan dizaman kerajaan.

Kalau kita membaca literasi dan beberapa film kerajaan disana digambarkan bahwa raja selalu melakukan diplomasi kuliner ketika hendak menyampaikan maksud dan pesan tertentu, baik itu tentang kerjasama perang.

Jadi, diplomasi kuliner itu akan ada dan akan tetap ada karena memang itu bagian dari culuture atau budaya orang Indonesia. Nilai makan bersama dengan elit, tokoh partai politik, pejabat itu bukanlah sekadar makan bersama tapi ada hidden agenda yang ada didalam tradisi itu.

Makan bersama hanyalah pendekatan komunikasi budaya yang menjadi khas orang Indonesia. Dan bukan hanya kalangan elit, orang biasa pun melakukan hal ini. Misalkan dulu di kampung orang yang berhasil panen atau closing menjual sesuatu maka seringkali mengajak makan bersama dengan saudara, teman dan tetangganya.

Saya masih ingat dulu di kampung, setiap acara jamiahaan (semacam shalawatan dan yasinan) yang rutin sepekan sekali dan ini tradisi dikalangan Nahdlatul Ulama (NU) pun ada diplomasi kulinernnya. Untuk membicarakan proyek tertentu pun seringkali menggunakan diplomasi kuliner.

Bahkan mantan Presiden Amerika Serikat pun terpikat dengan diplomasi kuliner Indonesia pada tahun 2020 sampai - sampai kata Bakso yang ia sebutkan menjadi headline berita media massa.

Jadi, diplomasi kuliner memang tidak sekadar makan bersama. Ada nilai persaudaraan disana, ada unsur politis disana, ada nilai perdamaian dan ada lobi pada diplomasi kuliner. Bahkan Tirto pernah mengangkat soal tema ini dimana disebutkan bahwa diplomasi kuliner bisa disebut sebagai instrumen diplomasi tertua.

astrodiplomacy atau diplomasi kuliner bisa disebut sebagai "instrumen diplomasi tertua". Diplomasi ini memanfaatkan makanan dan masakan untuk menciptakan pemahaman lintas budaya dengan harapan bisa meningkatkan interaksi antara kedua pihak. Indonesia yang dianugerahi beragam kuliner tentu saja dengan mudah melakukan gastrodiplomacy ini.


#CatatanKarnoto
Founder BantenPerspektif
Eks.Jurnalis Radar Banten dan Majalah Warta Ekonomi Jakarta
Pernah Studi Ilmu Marketing Communication Advertising di Univ.Mercu Buana Jakarta.
Juara 3 Lomba Menulis Nasional "Wiranto Mendengar" Tahun 2009

Posting Komentar